#2: Unsent Letter

Untuk siapapun-yang-merasa
               di tempat.

Apa kabar?
Rasanya aneh ya? Enam tahun tidak saling bertegur sapa, tiba-tiba aku menanyakan kabar. Enam tahun tidak pernah bertatap muka, tiba-tiba aku menanyakan kabar. Enam tahun seperti tidak saling mengenal, lalu tiba-tiba aku datang menanyakan keadaan. Aneh, ya? 

Ah, tidak juga. Nyatanya kamu yang lebih aneh. Kamu yang tiba-tiba pergi tanpa berpamitan, kamu yang tiba-tiba menjauh tanpa memberikan alasan, bukankah itu aneh? Aneh menurutku, jika menurutmu tidak, kamu gila. 

Mari kita bahas. Aku sudah siap dengan segala resiko yang akan aku hadapi jika membahasnya; mulai dari rindu yang tiba-tiba muncul kembali, perasaan ingin menyapa yang timbul lagi, hingga tekad ingin membenarkan semuanya mulai dari awal kalau tau ending kita seperti ini. Tenang, ini aku saja kok yang merasa, kamu (mungkin) tidak. Dan ini hanya perasaanku gila saja, walau sebenarnya aku tidak akan melakukan. 

Kalau kamu baca ini, kamu pasti mengira aku masih mengharapkan kamu kembali, aku masih menunggu kedatanganmu kembali, ya? Ah, kamu salah. Aku nggak seperti itu. Aku menulis ini juga kan nggak akan sampai ke kamu, kalau kamu merasa ya bukan salahku. 

Aku ingin bercerita sebentar. Kemarin aku menyusuri toko-toko disekitar Blok M. Lalu, sampailah pada satu toko di mana toko itu menjual berbagai jenis macam pernak-pernik Korea yang nggak aku ngerti sampai sekarang. Dan, aku ingat kamu! Kamu suka Korea, kan? Suka dengan segala hal yang menyangkut di dalamnya, yang aku nggak akan bisa ngerti. Sampai-sampai ketika aku menyusuri laman instagram-mu, semuanya berbau Korea! Wow! Aku ternganga, kok bisa? 


Biarlah itu menjadi urusanmu. Hanya saja waktu itu, ketika kamu membahasnya, aku tidak bisa menjadi teman bicaramu, karena aku nggak paham dengan itu semua. Dan, kamu menemukan teman bicaramu di luar sana yang paham betul apa yang sedang kamu bicarakan. Apa itu sebabnya kamu menghilang? 

Kalau itu sebabnya, nggak apa. Aku udah bisa menerima, kok. 

Lalu tentang kecintaanmu lagi, lagi-lagi sangat bertolak belakang dengan kita. Kamu yang mencintai klub asuhan Brendan Rodgers kala itu, kamu yang mencintai klub yang bermarkas di Anfield itu, sedang aku? Haha, bisa dibilang klub rival abadimu. Lalu bagaimana mungkin bisa bersatu? Hahahaha, terlalu melankolis, ya? Melankolis sekali semenjak ditinggal kamu. 

Tunggu, tunggu. Hatimu apa kabar? Aku dengar waktu itu kabar kandasnya hubunganmu dengan wanita yang sempat menjadi teman ceritamu tentang Korea sudah usai? Secepat itu? Secepat kamu mendapatkan kelulusan lalu tak seatap lagi sekolahnya? Ah, aku terlalu penasaran. Maaf. Maaf. 

Mari kita lanjutkan. 
Mungkin kamu bertanya-tanya, mungkin kamu menerka-nerka, ya, walau pertanyaan kamu nggak kamu sampaikan, hanya kamu simpan dan milih buat jawab sendiri. Perasaan nggak bisa bohong, sekali dalam lamunan kamu, pasti kamu pernah ingin tahu kabar aku, kabar aku setelah ditinggal kamu, tepatnya. 
Aku baik. Sangat baik. Tepatnya mencoba menjadi baik-baik saja. Kamu nggak perlu khawatir, aku masih bisa makan minum ibadah serta melakukan hal-hal sendiri tanpa bantuan kamu kok, aku juga nggak semanja yang kamu pikir, tenang. Kepergian kamu yang tiba-tiba memberikanku pelajaran yang banyak, yang sempat membuat aku kaget lalu mencoba menerimanya. 

Hanya suara jangkrik yang terdengar dari luar jendela kamar, suhu pendingin ruangan yang tak biasa membuatku menarik selimut untuk kesekian kali. Jam dinding menunjukkan pukul dua pagi. Dan aku masih terjaga sedaritadi. 

Lucu jika aku membayangkan semuanya; mulai dari awal tragedi mem-follow sosial mediaku, lalu meminta kontak pribadiku, lalu setelahnya apa lagi? Setelahnya kamu pergi, ya? Haha, tidak-tidak. Peristiwa naas--kepergianmu itu setelah lamanya kita bersama. Kamu pergi dengan tiba-tiba. 

Setelahnya, apalagi? 
Setelahnya, bagaimana? 
Setelahnya, apa kamu bahagia? 

Pertanyaan-pertanyaan itu akan selamanya menjadi tanda tanya. Aku; yang selamanya akan menerka apa maksud kamu pergi dengan tiba-tiba. Kamu, yang mungkin sekarang sudah bahagia dengan dikelilingi banyak jelita. 

Untuk siapapun yang merasa, aku menulis ini bukan untuk mengharapkan kamu kembali, bukan untuk meminta kita bersama lagi. Aku menulis ini, hanya untuk memperjelas tentang isi hati, bahwa aku akan menerima semuanya. Aku akan menerima segala alasan kepergianmu dengan tiba-tiba. Semoga. Lagipula, saat ini aku sedang bahagia dengan pria yang menurutku sifatnya sangat berbeda denganmu. 

Untuk siapapun yang merasa, 
Semoga kamu bahagia. 
Dan aku juga. 









Comments

Popular posts from this blog

Tulisan sedih

Tulisan pengantar tidur.

(Bukan) Puisi