#CERITA1: Surat dari Anna.

Sudah lama sekali rasanya nama kamu tidak lagi muncul secara rutin dihandphone saya. Lima tahun berlalu, lima tahun tak bertemu, semestinya semua baik-baik saja. Semua baik-baik saja sampai hari ini tiba. Kamu yang menyapaku terlebih dahulu, basa-basi layaknya teman baru. 

"Halo," pesan pertamamu tadi malam. Lama tak saya balas, buat apa? Pikir saya. 

"Apa kabar?" Lagi. 

Saya pikir saya jahat kalau tidak membalas. Saya letakkan handphone saya, menunggu selama kurang lebih sepuluh menit baru saya 'beranikan' diri untuk membalas. 

"Kabar saya baik." 

Kemudian berdering lagi, kamu membalas lagi. 

"Udah lama ya nggak ketemu, ketemu yuk!" 

Hah. 

Saya melihatnya kaget. Reflek saya menjatuhkan handphone. Alis saya berpautan, dahi mengernyit tak karuan. 

Lalu berdering lagi. 
"Saya habis putus dengan pacar saya, Ann." 

Kala melihat pesan itu, kebingungan saya semakin menjadi-jadi. Sumpah, saya tidak mau tahu bagaimana hubungan kamu dengan wanita itu. 

Mudah sekali untuk kamu sekedar basa-basi, ya? 
Mudah sekali untuk kamu sekedar mengajak bertemu setelah lama sekali tidak bertemu, ya? 

Kamu lupa atau pura-pura lupa? 
Datang lagi menyapaku setelah tahunan lalu kamu meninggalkanku tanpa berpamitan? 
Ah, saya masih mengingatnya dengan jelas. Apalagi perihal kamu yang pergi dan memilih bersama perempuan itu. Apa perlu saya jelaskan dengan sangat detail ke kamu? Apa perlu? 

Saya pikir luka yang begitu membekas sudah sembuh. Saya pikir begitu. Tapi nyatanya, sayatan kecil masih terus membekas, hingga nanti luka itu terobati dengan sempurna. Seiring berjalannya waktu. 

"Buat apa?" Ketik saya kepadanya, buat apa bertemu? 

Dia tidak membalas lama, salah satu ciri khasnya yang masih ada dari dulu hingga sekarang. 

"Saya rindu."

Kamu bilang kamu rindu? Baru setelah lima tahun tidak bertemu? Basi sekali, ya? 

Jujur, saya jadi malas membalas. Bukan saya ingin memutus tali silaturahmi. Bukan saya masih merasakan sakit hati. Yang jelas, saya hanya ingin seperti ini. Menjalani hari-hari kembali seperti biasa tanpa kehadirannya saja saya sudah bahagia. 

Saya bukan Cinta yang menuntut Rangga untuk menjelaskan setelah 12 tahun perpisahan. Saya memilih untuk seperti ini saja, menilai dia dari kacamata saya selama kami bersama. Bedanya, hubungan Cinta dan Rangga kandas bukan karena ada orang ketiga, tapi saya? Saya jelas sekali permasalahannya. 

Saya belum sempat mengucapkan terimakasih kepadanya setelah itu. Bagaimanapun juga, dia orang yang begitu sering mendengar tawa saya. Juga mendengar keluh kesah saya tentang semua hal. Dia yang menjadi tempat bersandar saya ketika saya benar-benar rapuh. Terimakasih untuk itu semua, Berkat kamu saya merasa lebih kuat, berkat kamu air mata saya menjadi sangat berharga. Terimakasih. 

Saya rasa cukup sudah kita tidak perlu berhubungan lagi. Walau kalau nanti alasanmu ingin memperbaiki, maaaf sekali, saya tidak suka membaca buku dua kali. 

Terimakasih untuk pelajaran yang bisa saya ambil, kamu benar, air mata saya sangat berharga kalau saya buang hanya untuk menangisi laki-laki macam kamu. 


Semoga saya bahagia, kamu juga. Dengan jalan kita masing-masing.

  • Doakan saya, saya bisa bahagia dengan lelaki saya sekarang yang menurut saya lebih bisa menghargai perasaan. 


Anna. 
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Salam, 
Dikna Caesarean. 
Selamat menjalankan aktivitas, teman-teman. Semoga bahagia selalu! 



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tulisan sedih

Tulisan pengantar tidur.

(Bukan) Puisi