Hidup yang sepaket.

Hidup nggak selamanya baik, juga nggak selamanya buruk. Kalau hari ini baik, bisa jadi besok, lusa, atau kapanpun tiba-tiba menjadi buruk. Lebih naas lagi, buruk-seburuk-buruknya. Kalau sedang bahagia, bisa lupa seperti orang lupa daratan, begitu lah saya. 

Semua manusia pasti pernah bahagia. Kalau nggak pernah, berarti kurang bersyukur. Semua manusia pasti pernah sedih. Karena roda itu berputar, nggak selamanya kita di atas. Semua manusia pasti sudah pernah mengalami fase-fase itu. Fase di mana lagi bahagia-bahagianya kemudian entah hal apa yang membuat kebahagiaan menjadi sebentar, berubah total, gelap, dan kesedihan itu datang. Kesedihan yang telah lama tidak dirasakan kini bertamu lagi, bertemu dengan pemilik lamanya. 

Saya jadi ingat Quotes dari salah satu Komika ternama, Ernest Prakasa dalam filmnya; kadang hidup perlu ditertawakan. Begitu katanya. 

Quotesnya nyambung sekali dengan apa yang sedang saya fikirkan. Saya sedang menertawakan hidup, gampangnya. Hidup yang nggak selamanya manis, bisa juga ia pahit. Hidup yang nggak selamanya di atas, kadang juga harus di bawah. Hidup yang nggak selamanya enak, kadang juga harus ngerasain gimana nggak enaknya. Hidup sepaket, bahagia dan sedih. 


Saya tidak ingin membahas tentang kesedihan yang (mungkin saja) sedang saya rasakan sekarang, atau mungkin tidak ada kesedihan sekarang? Entahlah. 

Saya ingin membahas tentang bagaimana dulu seseorang pernah sedih sesedih-sedihnya, rapuh serapuh-rapuhnya, dan kemudian ia bangkit dari semua itu, menjalani kehidupan sebagai orang baru, semua berjalan sesuai apa yang diharapkan, tidak ada kesedihan berarti. Lalu, lambat laun, penyebab kesedihan yang dulu datang, sekedar menanyakan kabar seolah dulu mereka berpisah secara baik-baik. Seolah mereka adalah sahabat lama yang bertahun-tahun tidak bertemu, mengajak bicara, berbagi kisah selama tahunan tak bertemu. Segampang itu? Begitulah hidup. 

Dulu, tahunan lalu, seseorang datang kepada saya, ia nangis tersedu-sedu. Matanya merah, kantung mata sudah besar, rambut acak-acakan, baju lecek sana-sini. Bisa ditebak, orang tersebut sedang patah hati. 

Ia menceritakan semuanya; mulai dari hal-hal bahagia yang tentunya dibumbui isakan tangis yang semakin kencang, dilanjutkan dengan beberapa part hingga menuju kisah akhir, kisah akhir yang belum selesai, katanya dulu. 

Saya sungguh prihatin mendengar kisahnya. Kisah yang memilukan, menurut saya. Atau mungkin sangat klasik menurut kalian? Begini kisahnya, tahunan mereka menjalin kedekatan, pahit-manis telah mereka lalui, rasa bosan sudah tidak dipungkiri, pasti ada. Tetapi mereka berjuang keras untuk mengalahkannya. Pertengkaran biasa sampai luar biasa sudah mereka lalui, tetapi mereka tetap berjuang. Sampai pada hari di mana satu hari sebelum 'dia' datang dengan mata merah kepada saya, seseorang yang sangat ia sayangi pergi meninggalkannya tiba-tiba dengan alasan sangat tidak masuk akal; sudah tidak cocok. Teman saya kaget, lantas menolak untuk mengakhiri. Bagaimana mungkin selama kurang lebih 4 tahun baru hari itu lelaki tersebut bilang tidak cocok? Benar benar tidak masuk akal. Tetapi lelaki tersebut bersikeras untuk pergi, tanpa mengucapkan selamat tinggal. Ketika ditahan, lelaki itu malah berontak dan mendorong (mantan) wanitanya. Drama sekali, ya? Memang, saya juga sadar akan hal itu. 

Tidak sampai di situ, malamnya, kebetulan pertemuannya sore, ketika teman saya mencoba menyapanya di pesan singkat media sosial, dia lihat profil lelaki itu, di situ sudah terpampang nama jelas beserta emoticon khas berwarna merah muda. Dia punya pacar baru.
.
.
.
.
.
.
........

Jahat, ya? Iya. 


Setelah hari itu, dia mendatangi saya, bertanya apa yang harus dia perbuat, saya bilang; biarlah, lupakan dia. Jangan mencoba menghubunginya lagi. 

Berhari hari dia terisak, berhari hari tak mau makan, semua menjadi berpautan dengan patah hati. 


Sampai pada singkat ceritanya, teman saya bisa bangkit, menjadi seseorang yang sebelum mengenal lelaki itu dia bisa bahagia, menjalankan segala aktivitasnya kembali, bertemu lagi dengan orang banyak, juga bertemu dengan lelaku itu tanpa harus menghindar. Matahari kembali. 


Saya sebagai teman sangat bahagia dengan hal itu, dia menjadi seseorang yang kembali periang juga ceria. 


Sampai suatu hari, beberapa tahun setelah kejadian sedih itu, lelaki penyebab kesedihan itu datang lagi, menanyakan kabar, berbicara seolah tak pernah terjadi apa-apa. Membicarakan tahunan lalu hidupnya kepada teman saya, juga, mengajak teman saya kembali seperti dulu; bersatu.

Lucu ya, lucu sekali kisahnya. Tidak tahu diri, cih. 
Tentu teman saya menolak, alasannya waktu bilang ke saya sih takut seperti dulu lagi, padahal kenyataannya sudah punya pengganti.


Lalu, bagian mana yang perlu ditertawakan? 
Bagian mana lucunya, Dikna? 
Bagian mana? 

Tidak, tidak. Saya sedang tidak menertawakan lelucon konyol khas Komika, saya hanya menertawakan kisah ini dengan tawa yang sinis. Tawa yang mengartikan dengan rasa bangga kalau teman saya telah menang, ia telah lebih dulu bahagia dari kisah masa lalunya.


Terimakasih kepada kalian yang telah membacanya! 

Salam, 
Dikna Caesarean.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tulisan sedih

Tulisan pengantar tidur.

(Bukan) Puisi